Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Memang Kenapa Bila Aku Perempuan

Apakah salah bila aku adalah seorang perempuan? Apakah dosa bila seorang perempuan bermimpi? Lalu untuk apa adanya perjuangan sang ibu Pertiwi? Iya, aku adalah seorang perempuan Aku adalah seorang pemimpi Dan aku hidup untuk mewujudkannya Sungguh miris, ketika orang menganggap kaumku rendah Hati ini patah, ketika para perempuan tidak diperbolehkan untuk bermimpi Taukah kau? Ini bukanlah zaman kegelapan lagi Apakah salah bila kami memiliki mimpi yang tinggi? Sungguh lucu negeri ini Lalu untuk apa ada kata habis gelap terbitlah terang? Dan untuk apa ada kata kejarlah mimpi sampai ke negeri cina? Apakah itu hanya kata tak bermakna? Betapa sedihnya ibu Kartini bila tau bahwa hingga saat ini kaumnya masih dipandang sebelah mata Apakah hatinya tidak akan terluka? Waktu banyak berganti Tetapi perjuangan kaum perempuan masih dipandang sia Aku takkan berhenti Aku akan terus melanjutkan mimpiku Dan aku akan terus memperjuangkan usaha sang ibu Kartini #HariKartin

Hilang

Tidak ada siapapun Hanya ada aku dengan pintu putih Angin yang berhembus mengangkat tangan ini untuk menarik daun pintu Terpana dengan apa yang diriku lihat Suasananya terasa hangat Warnanya memancarkan cahaya ke luar Seakan akan ruangan itu memanggil dan hendak memeluk tubuh ini Kaki ini mengantar diriku masuk ke dalam ruang tersebut Seketika mulut ini terkunci Imajinasiku hanyut dalam ruangan ini Hatiku berdebar Kaki ini membeku tak dapat bergerak Aku masih berdiri tegak menatap sekeliling ruang ini Ku coba untuk mengedipkan mata sejenak Tunggu Di sini gelap Tiba tiba ruangan ini gelap Kemana pintu putih itu? Tidak ada setitik cahayapun di sini Apakah aku hilang dari dunia? image by static.republika.co.id

Daffodil Bouquet

Embun pagi menyambut sang mentari dengan diiringi kicauan burung yang terbang menjauhi sangkarnya. Terlihat seorang gadis yang memulai rutinitas kesehariannya di sebuah kamar kecil. Alena Frenziya, itulah namanya. Alena tinggal di tengah kota Gangnam seorang diri. Di negeri ginseng ini, dia merantau hendak mengadu nasib. Tapi tampaknya Dewa tidak berpihak kepadanya. Gadis itu telah tinggal 3 tahun lamanya di kota ini, tetapi belum ada banyak perubahan di kehidupannya.  Hari ini adalah hari spesial baginya. Umurnya kini telah menginjak usia dua puluh satu tahun. Tidak ada ucapan, tidak ada kue, dan tidak ada kerabat. Dia sudah terbiasa dengan kesepiannya ini. Alena memulai paginya dengan berjalan kaki menuju kampus dimana ia mengenyam pendidikan yang ia dapat melalui beasiswa S1 dari pemerintah. Tidak mudah baginya untuk menggapai hal tersebut, karena dia harus beradu dengan ratusan peserta lainnya yang menginginkan beasiswa tersebut. Ini adalah suatu hal yang ha